Pengaruh Konstanta Dielektrika terhadap Stabilitas Sediaan Farmasi
Mini review Farmasi Fisika
Pengaruh Konstanta Dielektrika terhadap
Stabilitas Sediaan Farmasi
Dosen:
Andi Sri Suriati Amal, S.Si, M.Med.Sc
Kelompok 3
Anugerah Suciati
Anggun Mahirotun
Khamidah Fajri Ma’muroh
Lely Syeilawati
Rizqy Fajri Ramadhani
Wafa Aufia
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
MANTINGAN-NGAWI-JAWA TIMUR-INDONESIA
I.
PENDAHULUAN
Stabilitas
suatu sediaan farmasi adalah kapasitas sediaan tersebut untuk mempertahankan
spesifikasi yang telah ditentukan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas,
dan kemurniannya. Data stabilitas suatu obat merupakan hal penting dalam
pembuatan sediaan farmasi. Jika obat tidak stabil maka potensinya akan menurun.
Uji
stabilitas sendiri ada 2 jenis yaitu :
1. Stabilitas dipercepat
2. Stabilitas jangka panjang
Sediaan obat atau kosmetika yang
stabil adalah suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat diterima
selama periode penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan karakteristiknya
sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat.
Kelarutan
suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut.
Selain itu, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH, dan untuk
jumlah yang kecil bergantung pada terbaginya zat terlarut. Salah satu sifat
fisika yang mempengaruhi kelarutan adalah konstanta dielektrik pelarut.
Konstanta
dielektrik adalah suatu besaran tanpa dimensi yang merupakan rasio antara
kapasitas elektrik medium (Cx) terhadap vakum (Cy). Konstanta dielektrik dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Cy
II.
TUJUAN
1.
Memenuhi tugas mata kuliah farmasi fisika program studi farmasi fakultas
ilmu kesehatan universitas Darussalam gontor.
2.
Mengetahui pengertian stabilitas obat dalam sediaan farmasi
3.
Mengetahui pengertian konstanta dielektrika dan hubungannya dengan laju
reaksi ionic
4.
Mengetahui pengaruh konstanta dielektriki terhadap stabilitas sediaan
farmasi
III.
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam
sebuah kuliah yang disampaikan oleh Dr. Joshinta D.,MS dosen Universitas
Indonesia (2008) mengenai kestabilan obat; dikatakan bahwa stabilitas obat
adalah kemampuan suatu produk untuk mempertahankan sifat dan karakteristiknya
agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat (identitas, kekuataan,
kualitas dan kemurnian) dalam batasan yang ditetapkan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan (shelf-life). Sedangkan yang dimaksud dengan shelf-life
atau waktu simpan adalah periode penggunaan dan penyimpana yaitu waktu dimana
suatu produk tetap memenuhi spesifikasinya jika disimpan dalam wadahnya yang
sesuai dengan kondisi penjualan di pasar. [1]
Kestabilan
sediaan farmasi seperti obat atau kosmetik perlu diuji karena hal inilah yang
nantinya akan menjamin kelayakan penggunaan daripada sediaan tersebut.
Stabilitas sendiri terbagi menjadi beberapa jenis antar lain: kimia, fisika,
mikrobiologi, terapi dan tosikologi. Stabilitas kimia berfungsi mempertahankan
keutuhan kimiawi dan potensi zat aktif yanng tertera pada etiket dalam batasan
spesifikasi. Dalam stabilitas kimia terdapat pengaruh kekuatan ion yang bekerja
pada sediaan. Reaksi antar ion ini menyebabkan reaktan A dan reaktan B yang
direaksikan menghasilkan produk, dengan pengecualian reaktan tidak netral dan
semua reaktan bermuatan.
Efek
konstanta dilektrik terhadap kontanta laju reaksi ionik yang diekstrapolasikan
sampai penngenceran tidak terbatas, yang pengaruh kekuatan ionnya adalah nol,
sering menjadi informasi yang diperlukan dalam pengembangan obat baru. Untuk
reaksi antar ion dengan muatan berlawanan, efek konstanta dielektrik daari
pelarut mengakibatkan penurunan konstanta laju reaksi. Ssedangkan ion-ion
dengan muatan yang sama terjadi sebaliknya, kenaikan konstanta dilektrik
mengakibatkan kenaikan laju reaksi.
Menurut
Dadang (2012) Konstanta dielektrik menggambarkan tingkat kepolaran media.
Konstanta dilektrik dapat diketahui dengan mengukur kemampuan media untuk
mengahantarkan listrik. Konstanta dielektrik air paling besar karena air sangat
baik menghantarkan listrik. [2]
Jika
diplot pada grafik, menurut persamaan, molekul-molekul ion dengan muatan yang
berlawanan akan menghasilkan garis lurus dengan kemiringan positif dan
molekul-molekul ion dengan muatan sama akan menghasilkan garis lurus dengan
kemiringan negatif.[3]
Reaksi
antar ion dengan muatan belawanan, peningkatan konstanta dilektrik pelarut akan
menurunkan konstanta kecepatan reaksi. Sebaliknya, reaksi antar ion dengan
muatan yang sama, peningkatan konstanta dilektrik pelarut akan menaikkan
konstanta kecepatan reaksi (Martin dkk., 1993)
IV.
PEMBAHASAN
A.
Konstanta Dielektrika
Konstanta
dielektrik adalah sebuah konstanta dalam ilmu fisika. Konstanta ini
melambangkan rapatnya fluks elektrostatik dalam suatu bahan bila diberi
potensial listrik . Konstanta
dielektrik merupakan perbandingan energi listrik yang tersimpan pada bahan tersebut jika diberi
sebuah potensial, relatif terhadap vakum (ruang hampa).
Dalam ilmu kimia, konstanta dielektrik dapat dijadikan pengukur
relatif dari kepolaran suatu pelarut. Misalnya air yang merupakan
pelarut polar memiliki konstanta dielektrik 80,10 pada 20 °C sedangkan n-heksana (sangat non-polar]] memiliki nilai 1,89 pada
20 °C.
Besarnya konstanta dielektrik,
menurut Moore, dapat diatur dengan menambahkan bahan pelarut lain. Tetapan
dielektrika suatu campuran bahan pelarut merupakan hasil penjumlahan tetapan
dielektrik masing-masing sesudah dikalikan dengan % volume setiap komponen pelarut.
Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam
pelarut campuran dibandingkan dengan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal
dengan istilah co-selvency. Bahan pelarut didalam pelarut campur yang
mampu menigkatkan kelarutan zat disebut co-solvent. Etanol, gliserin,
dan propilen glikol merupakan contoh dari co-solvent yang umum digunakan
dalam farmasi khususnya dalam pembuatan eliksir.
B.
Uji
Konstanta Dielektrika
Konstanta
dielektrik berhubungan dengan suatu zat. Zat yang memiliki konstanta dielektrik
dengan nilai yang tinggi merupakan zat yang bersifat polar. Sebaliknya, zat
yang konstanta dielektriknya rendah merupakan senyawa nonpolar. Senyawa yang
digunakan dalam percobaan ini adalah asetosal. Sedangkan pelarut yang digunakan
merupakan pelarut campur sebanyak 100 ml yang terdiri dari air, alkohol, dan
propilen glikol.
Pelarut
campur dibuat dalam tujuh komposisi yang berbeda-beda seperti pada tabel
berikut.
Air
|
Alkohol 95%
|
Propilen glikol
|
60
|
0
|
40
|
60
|
20
|
20
|
60
|
40
|
0
|
Cairan
propilien glikol memiliki sifat yang lebih kental cairannya dibandingkan air
dan alkohol. Pada saat pencampuran ketiga cairan, propilen glikol tidak bisa
cepat larut, diperlukan pengocokkan untuk menghomogenkan cairan tersebut.
Semakin
rendah konstanta dielektrik pelarut campur yang digunakan, semakin besar
konsentrasi asetosal yang dapat larut didalamnya. Hal ini disebabkan karena
asetosol sukar larut dalam air, namun mudah larut dalam etanol. Sehingga,
semakin banyak jumlah etanol dalam pelarut campur, semakin besar konsentrasi
asetosal terlarut. Konstanta dielektrik etanol memiliki nilai yang rendah
sehingga semakin besar jumlah etanol dalam pelarut campur, semakin rendah
konstanta dielektrik dan pelarut campuran.
Pada
suatu campuran pelarut, tetapan dielektrik campuran merupakan hasil penjumlahan
tetapan dielektrik masing-masing bahan pelarut sesudah dikalikan dengan %
volume setiap kompenen pelarut. Sehingga, dari komposisi pelarut yang digunakan
dalam pelarut campur, konstanta dielektrik dari pelarut campur dapat
ditentukan.
Konstanta
dielektrik dari suatu sistem pelarut campur adalah merupakan jumlah hasil
perkalian fraksi pelarut dengan konstanta dielektrik masing-masing pelarut dari
sistem pelarut campur tersebut.
C.
Stabilitas Obat
Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu
obat dipandang dari segi kimia. Stabilitas obat dapat diketahui dari ada
tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan ( Connors,et al.,1986).
Pada pembuatan
obat harus diketahui waktu paro suatu obat. Waktu paro suatu obat dapat
memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan terurainya obat
atau kecepatan degradasi kimiawinya.
Ada dua hal yang menyebabkan ketidakstabilan
obat, yang pertama adalah labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu,
termasuk struktur kimia masing-masing bahan dan sifat kimia fisika dari
masing-masing bahan. Yang kedua adalah faktor-faktor luar, seperti suhu,
cahaya, kelembaban, dan udara, yang mampu menginduksi atau mempercepat reaksi
degradasi bahan.
Skala kualitas yang penting untuk menilai kestabilan
suatu bahan obat adalah kandungan bahan aktif, keadaan galenik, termasuk sifat
yang terlihat secara sensorik, secara miktobiologis, toksikologis, dan
aktivitas terapetis bahan itu sendiri.
Skala perubahan yang diijinkan ditetapkan
untuk obat yang terdaftar dalam farmakope. Kandungan bahan aktif yang
bersangkutan secara internasional ditolerir suatu penurunan sebanyak 10% dari
kandungan sebenarnya (Voight, R., 1994).
Kestabilan
dari suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi
suatu sediaan farmasi. Hal itu penting mengingat sediaannya biasanya diproduksi
dalam jumlah yang besar dan juga memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke
tangan pasien yang membutuhkannya.
Obat
yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat mengalami penguraian dan
mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat
membahaykan jiwa pasien. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi
dimana kestabilan obat tersebut optimum.
Stabilitas
fisik dan kimia bahan obat baik dan tersendiri dengan bahan – bahan dari
formulasi yang merupakan kriteria paling penting untuk menentukan suatu
stabilitas kimia dan farmasi serta mempersatukannya sebelum memformulasikan
menjadi bentuk-bentuk sediaan.(Ansel,1989) Kestabilan suatu sediaan farmasi
dapat dievaluasi dengan test stabilitas dipercepat dengan mengamati perubahan
kosentrasi pada suhu yang tinggi. (Lachman,1994).
D.
Uji
Stabilitas Obat
Formulasi
dan uji stabilitas dispersi solida meloksikam dalam sediaan gel. Penelitian ini dilakukan oleh Budipratiwi
Wisudyaningsih, S.Farm., M.Sc., Apt yaitu pada tahun 2013.
Meloksikam
merupakan salah satu obat AINS (Anti Inflamasi Non Steroid) yang dapat
digunakan dalam pengobatan arthritis,
rheumatic, osteoarthritis, dan penyakit sendi lainnya. Meloksikam dalam
penggunaannya secara oral dapat menyebabkan atau memiliki efek samping yang
tentunya tidak diinginkan, maka dari itu untuk mencegah beberapa efek negatif tersebut
Meloksikam dibentuk dalam sediaan topikal.
Gel
merupakan salah satu bentuk sediaan topikal yang sering dipilih dalam formulasi
obat AINS. Pelepasan obat yang baik dalam bentuk sediaan gel dapat terjadi
karena komponen utama gel adalah air yang memiliki aktivitas sebagai penetrating enhancer yang sangat baik.
Pemilihan
jenis dan jumlah pembawa dispersi solida didasarkan atas kemampuannya untuk
melarutkan obat dalam keadaan padat dan kemampuan meningkatkan kecepatan
disolusi obat. Dari penelitian yang dia lakukan diperoleh kesimpulan bahwa Perbandingan meloksikam PVP yang digunakan
adalah 1:1, 1:2, 1:4, dan 1:9. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa perbandingan meloksikam PVP 1:4
memiliki kecepatan disolusi yang paling tinggi.
Peningkatan
komposisi dispersi padat meloksikam PVP memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap karakteristik fisika kimia sediaan gel, antara lain: dapat menurunkan
viskositas, dan meningkatkan laju pelepasan meloksikan dalam sediaan gel secara
in vitro. Peningkatan komposisi
dispersi padat meloksikam PEG 6000 tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap karakteristik fisika kimia gel, akan tetapi dapat meningkatkan laju
pelepasan meloksikam dalam sediaan gel secara in vitro.
Uji
stabilitas pada suhu 25ºC dan 50ºC selama 30 hari tidak menyebabkan perubahan
yang signifikan terhadap karakteristik fisika kimia sediaan gel dispersi padat
meloksikam PVP 1:1; 1:5, dan 1:7, serta tidak memberikan perbedaan yang
signifikan pada laju pelepasan meloksikam secara in vitro.
Uji
stabilitas pada suhu 25ºC dan 50ºC selama 30 hari tidak menyebabkan perubahan
yang signifikan terhadap karakteristik fisika kimia sediaan gel dispersi padat
meloksikam PEG 6000 1:1; 1:5, dan 1:8, serta tidak memberikan perbedaan yang
signifikan pada laju pelepasan meloksikam secara in vitro.
V.
KESIMPULAN
Seperti yang telah kita bahas bahwa stabilitas
obat adalah kemampuan suatu produk untuk mempertahankan sifat dan
karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat (identitas,
kekuataan, kualitas dan kemurnian) dalam batasan yang ditetapkan sepanjang
periode penyimpanan dan penggunaan (shelf-life).
Dimana harus adanya konstanta dielektrika yang sesuai agar tidak
berpengaruh pada kestabilan obat atau sediaan farmasi lainnya karena dapat menurunkan
viskositas, dan meningkatkan laju pelepasan
Karena dapat kita ketahui bahwa zat yang memiliki
konstanta dielektrik dengan nilai yang tinggi merupakan zat yang bersifat
polar. Sebaliknya, zat yang konstanta dielektriknya rendah merupakan senyawa
nonpolar. Dengan keadaan yang berbeda ini kita harus menyesuaikan konstanta
pada sediaan tersebut agar tidak berpengaruh lebih pada sediaan obat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes Goeswin, 2014, Peracikan dan Penyaluran Obat (SFI-8),
Bandung, Penerbit ITB
Ansel Howard, 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Jakarta
: Penerbit UI
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/58900/budipratiwi%20wisudyaningsih_pemula_boptn_181.pdf?sequence=1
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/joshita.djajadisastra/material/kestabilanobatkuliahs2.pdf
pada tanggal 25 April 2015 pukul 22:13
https://dhadhang.files.wordpress.com/2012/09/stabilitas-obat-compatibility-mode.pdf
pada tanggal 25 April 2015 pukul 22:20
http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/552/jbptitbpp-gdl-ginatriana-27561-2-2007ta-1.pdf
pada tanggal 25 April 2015 pukul 22:10
[1] Diakses dari http://staff.ui.ac.id/system/files/users/joshita.djajadisastra/material/kestabilanobatkuliahs2.pdf
pada tanggal 25 April 2015 pukul 22:13
[2] Diakses dari https://dhadhang.files.wordpress.com/2012/09/stabilitas-obat-compatibility-mode.pdf
pada tanggal 25 April 2015 pukul 22:20
[3] Diakses dari http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/552/jbptitbpp-gdl-ginatriana-27561-2-2007ta-1.pdf
pada tanggal 25 April 2015 pukul 22:10
08.04
|
Label:
farmasi fisika
|
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Pages
Diberdayakan oleh Blogger.
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "
Archives
-
▼
2015
(41)
-
▼
Mei
(26)
- DIFERENSIASI DAN PROLIFERASI SEL
- Macam-macam Kelainan dan Gangguan Sistem Saraf
- Kelemahan dan kelainan Neuromuskular
- HEPATITIS, GEJALA DAN PENYEMBUHANNYA
- PENYAKIT GASTROINTESTINAL TRACT GANGGUAN SISTEM PE...
- Pengaruh Konstanta Dielektrika terhadap Stabilitas...
- Kinetika dan stabilitas obat
- Kelarutan
- Suppositoria
- sediaan sirup
- Sediaan Larutan
- EMULSI DAN SUSPENSI
- Metabolit sekunder dan primer
- RESPIRASI Pada TUMBUHAN
- Fotosintesis
- Metabolime sel dan Peranan enzim
- Klasifikasi Jaringan Tumbuhan
- PENGATURAN TEKANAN OSMOSIS SEL, ENDOSITOSIS DAN EK...
- proses biologi lanjutan
- SISTEM TRANSPORT LANJUTAN
- TRANSKRIPSI, TRANSLASI & PEMATANGAN RNA
- Genome, gen, dan mekanisme epigenetik metilasi his...
- GENETIKA MIKROBA Plasmid Dan Fungsinya Dalam Rekay...
- revisi jurnal
- kandungan klorida menggunakan titrasi argentometri
- asidi alkalimetri
-
▼
Mei
(26)
Perfil
- Unknown
Archives
-
▼
2015
(41)
-
▼
Mei
(26)
- DIFERENSIASI DAN PROLIFERASI SEL
- Macam-macam Kelainan dan Gangguan Sistem Saraf
- Kelemahan dan kelainan Neuromuskular
- HEPATITIS, GEJALA DAN PENYEMBUHANNYA
- PENYAKIT GASTROINTESTINAL TRACT GANGGUAN SISTEM PE...
- Pengaruh Konstanta Dielektrika terhadap Stabilitas...
- Kinetika dan stabilitas obat
- Kelarutan
- Suppositoria
- sediaan sirup
- Sediaan Larutan
- EMULSI DAN SUSPENSI
- Metabolit sekunder dan primer
- RESPIRASI Pada TUMBUHAN
- Fotosintesis
- Metabolime sel dan Peranan enzim
- Klasifikasi Jaringan Tumbuhan
- PENGATURAN TEKANAN OSMOSIS SEL, ENDOSITOSIS DAN EK...
- proses biologi lanjutan
- SISTEM TRANSPORT LANJUTAN
- TRANSKRIPSI, TRANSLASI & PEMATANGAN RNA
- Genome, gen, dan mekanisme epigenetik metilasi his...
- GENETIKA MIKROBA Plasmid Dan Fungsinya Dalam Rekay...
- revisi jurnal
- kandungan klorida menggunakan titrasi argentometri
- asidi alkalimetri
-
▼
Mei
(26)
0 komentar:
Posting Komentar